Dalam buku Al Hikam, Ibnu Athailah menyampaikan bahwa sesungguhnya setiap diri telah dianugerahi hati yang bersih dan cemerlang, masalahnya dirinyalah karena tidak pandai atau tidak mengerti merawatnya telah menjadikan hati kotor dan tiada bersinar.
Cahaya hati tidak bersinar tiada lain karena ada sesuatu yang menghalangi mata hati yaitu sesuatu yang bersifat kebendaan dan dirinya menjadi budak dari hawa nafsunya.
Ibnu Athaillah selanjutnya menyatakan: “Bagaimana mungkin hati akan cemerlang, sedang gambaran dari semua keadaan terlalu dekat pada lensa mata hatinya atau bagaimana mungkin akan bisa menuju Allah sedang dia sendiri menjadi tunggangan nafsu syahwatnya.
Jika Athailah menyebutkan bahwa hati asal mulanya terang dan jernih, namun kemudian menjadi gelap karena terhalang awan kebendaaan dan hawa nafsunya, maka Imam Gazali menyampaikan perumpamaan sebaliknya bahwa Hati itu ibarat kepingan baja hitam. Bila dia diasah secara tekun dan terus menerus pasti akan menjadi putih, licin dan bersih, sehingga dapat menerima bayangan dari arah manapun juga.
Imam Gazali menyampaikan : Demikianlah hati yang dijaga dengan baik dan benar. Dibersihkan dari karat karat yang melekat dan bila mampu meletakkan arahnya dalam keadaan yang tepat dan benar pula, maka hati akan sanggup menerima bayangan tulisan pada Lauhil Mahfudz (Apa-apa yang sudah menjadi ketetapanNya). Disnilah hati yang dapat menjalankan fungsinya dalam menerima petunjuk atau isyarat dari Allah kepada dirinya.
Bagaimana membersihkan hati agar tetap terawat itu tiada lain harus menegakkan rukun Islam dan rukun iman, tidak perlu amalan macam-macam lainnya. Senantiasa memperbaharui syahadat, menegakkan shalat dengan 17 kali menggosoknya sehari semalam, membayar zakat, berpuasa dan bila mampu berhaji. B
eberapa cara membersihkan hati yang kotor adalah dengan membaca Al Quran, banyak menangis karena takut kepada Allah, berkumpul dengan banyak orang shaleh sehingga diri dapat bercermin kepada mereka, dan ingat akan kematian.
Hanya hati yang bersih itulah yang dapat menerima yang haq dan amanat dari Allah. Sebaliknya bila hati tidak dirawat akan menjadi gelap dan bila dibiarkan akan menjadikan hati itu mati. Hati yang mati akan menyebabkan kebutaan. Musibah buta mata lahir belum seberapa dibanding kebutaan mata hati. Buta mata hati adalah sebenar-benarnya musibah diri.
Firman Allah : maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.(Al Haj: 46) dan
Firman Allah : Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). (Al Isra : 72)
Karena itu jagalah selalu keindahan hati agar tetap bersinar jangan sampai mati dengan menjauhinya dari segala noda dan karat. Orang mukmin yang arif atau yang bermakrifat akan mampu mencapai maqom (kedudukan / derajat) dan sanggup menyingkap hijab di depan mata hatinya manakala ia menoleh keenam penjuru mata angin, pandangannya mampu menembus apa saja dari sesuatu yang menghalanginya.
Wallahu ‘alam