
cara Haul ke 9 Ayahanda kami H.Zainal Abidin bin H Arifin dengan tausiyah dari ustadz Ahmad Bahrul Hikam serta para santri pesantren Darussalam Poris Tangerang, telah dilangsungkan secara sederhana di rumah orang tua.
Inti tausiyah adalah haul bukan hanya sarana berkirim doa untuk almarhum dan sarana pengingat kematian, namun sebagai wujud sampai sejauh mana silaturahim antara anak anak dapat dijaga dan sampai sejauh mana anak anak dapat merawat ibu yang ditinggalkan.
Kisah al qomah yg durhaka kepada ibunya jadi penutup bahwa azab durhaka kepada ibu dp (uang muka) nya diterima langsung di dunia ketika al qomah koma sekian minggu lamanya menjelang sakaratul maut karena tidak ada ridho ibunya.
Arti Haul
Haul berasal dari bahasa Arab yang berarti setahun. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), haul memiliki makna peringatan hari wafat seseorang yg diadakan setahun sekali (biasanya disertai selamatan arwah). Peringatan haul diadakan dengan tujuan utama mendoakan ahli kubur agar mendapat rahmat dan ampunan dari Allah swt.
Kegiatan haul dalam agama Islam, didasarkan pada sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi r.a. Rasulullah saw. selalu berziarah ke makam para syuhada di bukit Uhud setiap tahun. Sesampainya di Uhud beliau memanjatkan doa sebagaimana dalam surat Al-Qur’an Surah ar-Ra’d ayat 24,
Salamun ‘alaikum bima shabartum fani’ma uqba ad-daar (Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu).
Hadist inilah yang menjadi dasar diperbolehkan peringatan haul atau sejenisnya.
Lalu apa pentingnya diadakan sebuah peringatan haul? Setidaknya ada tiga hal yang bisa kita petik sebagai hikmah dari peringatan haul.
Makna Haul
1.Sebagai pengingat kematian
Pertama. Acara haul sejatinya sama dengan acara peringatan 3, 7, 40 hari atau berapapun, yang pada intinya mengingatkan kita akan kematian (dzikrul maut). Kata ‘mengingat’, secara logika tentu hanya dapat dilakukan bagi orang yang pernah mengalaminya, sedangkan kita sendiri belum pernah mengalami kematian.
Oleh karena itu, dengan memperingati untuk kemudian mengangen-angen sebuah peristiwa kematian yang telah menimpa pada orang lain, kita menjadi lebih baik dalam memaknai tujuan kehidupan. Bahwa kita semua pasti akan mengalami kematian. Dus, sebagai orang yang beriman, kita meyakini bahwa setelah kematian ada fase lain yang akan menunggu kita. Maka, untuk menghadapinya kita mesti mempersiapkan bekal.
2. Belajar dari kisah keteladanan
pada acara haul, biasanya akan dibacakan sebuah manaqib (riwayat hidup) seseorang. Di dalamnya terdapat banyak keteladanan yang dapat kita ambil. Salah satu teladan tersebut yakni manfaat yang telah mereka berikan untuk orang lain. Seseorang yang diperingati haulnya, menurut Abdul Rozaq Shofawi (2010), dikarenakan telah memberikan banyak jasa kepada agama ataupun masyarakat.
Dalam lingkup terkecil seperti keluarga misalnya, seorang anak akan terus mengingat jasa dari kedua orangtuanya, atau para guru yang dikenang, sebab jasa mereka dalam menyebarkan ilmu kepada para muridnya.
Bahkan, meskipun orang-orang tersebut telah meninggal, masih saja dapat menebar kemanfaatan dan keberkahan untuk orang lain. Lihat saja di berbagai makam Walisongo misalnya, banyak orang yang mendapat cipratan berkah (baik orang yang berjualan, jasa transportasi dan sebagainya) dari para aulia tersebut.
Tentunya, para wali tadi hanya menjadi wasilah (sarana) datangnya rezeki, yang diberikan Allah swt.Namun, hal tersebut seperti menjadi sebuah pembenaran pada sebuah syair yang tertulis kitab alala : Akhu al-‘ilmi hayyun kholidun ba’da mautihi.
Para ulama mereka tetap ‘hidup’ (nama dan jasanya tetap dikenang) meskipun mereka telah wafat. Sedangkan orang bodoh yang hidupnya senantiasa merugikan orang lain, ia dianggap telah ‘mati’, meskipun jasadnya masih hidup.
3. Wujud silaturahim dan ukhuwah Islamiyah
peringatan haul dapat mempersatukan sebuah kaum. Hal biasannya terjadi pada haul orang orang mulia yang sangat dihormati jasanya dalam syiar Islam seperti para wali. Seperti yang terlihat pada haul beberapa sunan seperti Sunan Ampel di Jawa yang memperingati haul yang ke 568 pada bulan Mei 2017. Bebrbagai acara disiapkan tidak saja tahlil, namun juga hadrah dan kirab selama beberapa hari . Masyarakat dari berbagai lapisan dengan mengikuti berbagai prosesi haul itu, tak peduli kaya-miskin, tua-muda, alim-awam. Mereka juga berasal dari berbagai suku daerah yang berbeda-beda; Jawa, Madura, Banjar, Arab, Cina, Sunda, Betawi dan sebagainya. Kerukunan inilah yang tak ternilai harganya.
http://nujateng.com/2015/02/makna-haul/
Wallahu a’lam
Leave a reply to mahendraza Cancel reply